Laman

Tampilkan postingan dengan label Sandi Firly. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sandi Firly. Tampilkan semua postingan

8.9.14

Lampau dan Pelajaran Menulis Novel



M. Nahdiansyah Abdi


 Tentu berbeda pengalaman membaca novel antara orang yang mengenal penulisnya secara pribadi dengan orang yang tidak mengenal apapun  dari penulisnya kecuali hanya sekedar nama. Menyandingkan kehidupan pribadi si penulis dengan kisah dalam novel, sepertinya akan menjadi tambahan petualangan bagi orang-orang yang mengenal dekat. Pikiran dengan sendirinya akan mengelompokkan mana bagian yang merupakan imajinasi dan mana bagian yang merupakan kisah nyata. Pada kenyataannya, tak ada satu novelis pun yang luput dari menceritakan kisah dirinya. Ada lintasan-lintasan pengalaman atau persepsi yang sangat khas, yang sesekali tersembul dalam cerita, yang berasal dari kehidupan nyata si penulis. Semakin pembaca terlibat dalam kehidupan penulis, semakin tak terelakkan dorongan untuk menelisik itu. Dan jika itu diceritakan atau dituliskan, maka akan menjadi kisah tersendiri yang tak kalah  menarik.



26.2.11

RUMAH DEBU: ANTARA METAFOR SOSIAL DAN METAFOR PERSONAL

Oleh M. Nahdiansyah Abdi
Data Novel

Judul               : Rumah Debu
Penulis             : Sandi Firly
Cetakan           : I, November 2010
Penerbit           : Tahura Media, Banjarmasin.
Tebal               : iii + 151 halaman, 14 x 20 cm
ISBN               : 978-602-84140-26-0


Bukan maksudku mau berbagi nasib
Nasib adalah kesunyian masing-masing

(Pemberian Tahu, Chairil Anwar)

             Saya kira, kutipan puisi dari Chairil Anwar dengan judul yang jadul itu, mampu mengekspresikan bagaimana novel “Rumah Debu” terbangun. Ia berangkat dari kesunyian jiwa dan akan pulang pada Kesunyian yang lain. Novel “Rumah Debu” memang dilatari persoalan tambang batubara, namun latar sosial tersebut nampaknya tidak terlalu penting. Konflik-konlik yang terjadi, lebih tajam dan menukik pada kegelisahan individual tokoh-tokohnya ketimbang suntuk terlibat dalam persoalan-persoalan kemasyarakatan. Jangan membayangkan novel ini sebagai novel perlawanan, yang dengan heroik menyuarakan ketidakadilan. Orang-orang kecil itu hanya terseret ke pusaran, seperti debu yang tak berdaya dihembus angin.